cari disini

Jumat, 28 Maret 2014

aspek ekonomi dan bisnis dalam hukum ketenagakerjaan



MAKALAH
ASPEK EKONOMI DAN BISNIS DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN

Disusun oleh :
Zainul Fikri             2130810025
M. Mizan Sya’rony   2130810030
Agus Dimas Arifin    2130810035
Novandy                2130810021
         
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
KATA PENGANTAR
    Syukur alhamdulillah merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang karena bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah karya tulis sosiologi berjudul “ASPEK EKONOMI DAN BISNIS DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN”
    Makalah ini dibuat dengan barbagai observasi dalam jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan  hasilnya. Kami mengucapkan terima kasih terhadap pihak yang terkait yang telah membantu kami dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.
    Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan keritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
    Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan hal positif bagi kita semua.






Malang 24 Maret 2014

                                                                                                                Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

 Indonesia sebagai negara hukum memberkan jaminan hidup dan bebas dari perlakuan bersifat diskriminatif. Demikian pula perlindungan hak asasi manusia merupakan kewajiban pemerintah dalam melaksanakan fungsi pelayanan, pengawasan, maupun penindakan pelanggaran hukum ketenagakerjaan. Cita hukum dalam rangka menjamin kesejahteraan masyarakat, pekerja, dan pengusaha dalam hubungan kerja wajib menjamin aspek keadilan, yang pada gilirannya dapat mewujudkan nilai kemanfaatan bagi kepentingan pelaku ekonomi dan pengguna produksi.
Pembangunan nasional, khususnya bidang ketenagakerjaan diarahkan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat pekerja. Oleh karena itu hukum ketenagakerjaan harus dapat menjamin kepastian hukum, nilai keadilan, asas kemanfaatan, ketertiban, perlindungan dan penegakan hukum.
Pemahaman aspek regulasi terkait pelaksanaan hubungan ketenagakerjaan oleh para pelaku hubungan industrial di Indonesia baik itu Pekerja/Buruh, Pengusaha maupun unsur pemerintah dalam hal ini pegawai Depnakertrans harus diakui masih jauh dari harapan. Sosialisasi yang relatif minim dan kesadaran untuk memahami yang masih rendah sering dijadikan kambing hitam atas kondisi tersebut.  Kebijakan ketenagakerjaan yang berlaku di suatu perusahaan banyak yang dbuat atas pertimbangan “Bagaimana Biasanya?” tanpa mengetahui dasar hukumnya atau memahami “Bagaimana Semestinya”.


Makalah  ini akan mengupas tentang aspek-aspek ketenagakerjaan dan berisi tentang pengetahuan praktis akan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan korelasinya dengan masalah ketenagakerjaan yang timbul. Dengan demikian, setiap permasalahan ketenagakerjaan yang ditemui akan mudah dimengerti dan dipahami sehingga dapat diselesaikan secara cepat dan tepat.

B. Rumusan Masalah
1.Apa yang di maksud dengan tenaga kerja ?
2.Apa yang di maksud dengan hukum ketenagakerjaan ?
3.Apa sifat hukum ketenagakerjaan ?
4.Apa asas hukum ketenagakerjaan ?
5.Apa tujuan ketenagakerjaan ?
6.Apa fungsi hukum ketenagakerjaan ?
7.Bagaimana tentang perlindungan hukum terhadap pekerja anak?
C. Tujuan
1.Mengetahui pengertian tenaga kerja
2.Mengetahui pengertian hukum ketenagakerjaan
3.Mengetahui sifat hukum ketenagakerjaan
4.Mengetahui asas hukum ketenagakerjaan
5. Mengetahui tujuan hukum ketenagakerjaan
6. Mengetahui fungsi hukum ketenagakerjaan
7.Mengetahui  hukum perlindungan terhadap pekerja anak
BAB III
PEMBAHASAN

A.Pengertian tenaga kerja
          Menurut undang-undang nomor 25 tahun 1997 yang dimaksud dengan Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan/atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat..[1]
Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.[2]
Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.

B. Pengertian hukum ketenagakerjaan
Ruang lingkup ketenagakerjaan meliputi : pra kerja, masa dalam hubungan kerja, masa purna kerja ( post employment). Seperti yang tertera pada hukum ketenagakerjaan menurut undang-undang nomor 25 tahun 1997 
yang dimaksud dengan ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelumnya, selama dan sesudah masa kerja.[3]
Batas pengertian hukum ketenagakerjaan, yang dulu disebut dengan hukum perburuhan atau arbeidrechts sama juga dalam pengertian hukum itu sendiri, yakni masih beragam sesuai dengan sudut pandang ahli hukum. Tidak satu pun batas pengertian itu dapat memuaskan karena masing-masing ahli hukum memiliki alasan tersendiri.
Mereka melihat hukum ketenagakerjaan dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Akibatnya, pengertiannya pun tentu berbeda antara ahli hukum yang satu dan yang lainnya.
 “Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.”
Pengertian hukum perburuhan menurut pendapat para ahli hukum dapat dirangkum sebagai berikut.
1. Menurut Molenaar, hukum perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dan tenaga kerja.
2. Menurut Mok, hukum perburuan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan risiko sendiri.
3. Menurut Soetikno, hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan dibawah perintah/pimpinan orang lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkutpaut dengan hubungan kerja tersebut.
4. Menurut Imam Sopomo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian saat seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
5. Menurut M.G. Levenbach, hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, yakni pekerja di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkutpaut dengan hubungan kerja itu.
6. Menurut N.E.H. Van Esveld, hukum perburuhan adalah tidak hanya meliputi hubungan kerja dengan pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan, tetapi juga meliputi pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja atas tanggung jawab dan risiko sendiri.
7. Menurut Halim, hukum perburuhan adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja yang harus diindahkan oleh semua pihak, baik pihak buruh/pekerja maupun pihak majikan.
8. Menurut Daliyo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan dengan mendapat upah sebagai balas jasa.
9. Menurut Syahrani, hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hubungan-hubungan perburuhan, yaitu hubungan antara buruh dan majikan dengan perintah (penguasa).[4]
Mengingat istilah tenaga kerja mengandung pengertian yang sangat luas dan untuk menghindari adanya kesalahan persepsi terhadap penggunaan istilah lain yang kurang sesuai dengan tuntutan perkembangan hubungan industrial, penulis berpendapat bahwa istilah hukum ketenagakerjaan lebih tepat dibandingkan dengan istilah hukum perburuhan.


Berdasarkan uraian tersebut, jika dicermati hukum ketenagakerjaan memiliki unsur-unsur sebagai berikut
1.    Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis.
2.    Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha/majikan.
3.    Adanya orang pekerja pada dan di bawah orang lain, dengan mendapatkan upah sebagai balas jasa.
4.    Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi masaIah sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/buruh dan sebagainya.
Hukum ketenagakerjaan adalah peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan dengan segala konsekuensinya. Hal ini jelas bahwa hukum ketenagakerjaan tidak mencakup pengaturan swapekerja (kerja dengan tanggung jawab/ risiko sendiri), kerja yang dilakukan untuk orang atas dasar kesukarelaan, dan kerja seseorang pengurus atau wakil suatu organisasi/perkumpulan.
Perlu diingat bahwa ruang lingkup ketenagakerjaan tidak sempit, terbatas, dan sederhana. Kenyataannya dalam praktik sangat kompleks dan multidimensi. Oleh karena itu, ada benarnya jika hukum ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja yang harus diindahkan oleh semua pihak dan perlu adanya perlindungan pihak ketiga, yaitu penguasa (pemerintah) jika ada pihak-pihak yang dirugikan
C.Sifat Hukum Ketenagakerjaan
Hukum Ketenagakernaan bersifat:
1.    Bersifat Hukum Privat (perdata)
Karena mengatur hubungan orang-perorangan yaitu antara pekerja dgn pengusaha
2.    Bersifat Hukum Publik
Karena dalam pelaksanaannya diperlukan campur tangan pemerintah, contoh: penetapan upah minimum, perizinan yang menyangkut ketenagakerjaan, masalah penyelesaian hubungan industrial, adanya sanksi terhadap pelanggaran atau tindak pidana di bidang ketenagakerjaan. 
3.    Imperatif/ Memaksa (dwingenrecht) : artinya hukum yg harus ditaati secara mutlak, tidak boleh dilanggar.
Contoh:
·         Pasal 42 ayat (1) UU No.13/ 2003 ttg. izin  penggunaan tenagakerja
·         Pasal 59 ayat (1) UU No.13/ 2003 ttg. pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu
4.    Bersifat Fakultatif/ Mengatur (regelendrecht)
Contoh :
·         Pasal 51 ayat (1) UU No.13/2003 tentang  Pembuatan perjanjian kerja bisa tertulis dan tidak tertulis
·         Pasal 16 PP No.8/ 1981 tentang  kebebasan pengusaha untuk membayar gaji di tempat yg lazim     
D.Asas Hukum Ketenagakerjaan
Asas ketenagakerjaan adalah:
·         Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan pancasila dan UUD 1945 (Pasal 2 UU. No. 13/2003)
·         Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah (Pasal 3 UU. No. 13/2003)
E.Tujuan Hukum Ketenagakerjaan
Dalam Pasal 4 UU No. 13/2003 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa tujuan Pengaturan ketenagakerjaan adalah untuk:
·         Memberdayakan & mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi
·         Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai denga kebutuhan pembangunan nasional dan daerah
·         Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
·         Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluargaan

F.Fungsi Hukum Ketenagakerjaan
Pada dasarnya fungsi Hukum Ketenagakerjaan yaitu mengatur hubungan yang serasi antara semua pihak yang berhubungan dengan proses produksi barang maupun jasa, dan mengatur perlindungan tenaga kerja yang bersifat memaksa.
Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja, fungsi hukum itu adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Dalam rangka pembangunan, yang dimaksud dengan sara pembaharuan itu adalah sebagai penyalur arah kegiatan manusia kearah yang diharapkan oleh pembangunan. [5]
Sebagaimana halnya dengan hukum yang lain, hukum ketanagakerjaan mempunyai fungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang mnyalurkan arah kegiatan manusia kea rah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan ketenagakerjaan. 
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja sehingga dapat terpelihara adanya ketertiban untuk mencapai keadilan. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai dengan laju perkembangan pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat mengantisipasi tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial dan peningkatan perlindungan tenaga kerja. 
Sebagaimana menurut fungsinya sebagai sarana pembaharuan, hukum ketenagakerjaan merubah pula cara berfikir masyarakat yang kuno kearah cara berfikir yang modern yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh pembangunan sehingga hukum ketenagakerjaan dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat membebaskan tenaga kerja dari perbudakan, peruluran, perhambaan, kerja paksa dan punale sanksi, membebaskan tenaga kerja dari kehilangan pekerjaan, memberikan kedudukan hukum yang seimbang dan kedudukan ekonomis yang layak kepada tenaga kerja. 
G. Perlindungan hukum terhadap pekerja anak
Ketentuan mengenai pekerja anak diatur dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 75 UU Ketenagakerjaan.[6]

Pada dasarnya Pasal 68 UU Ketenagakerjaan melarang pengusaha mempekerjakan anak, akan tetapi terdapat pengecualian di dalam UU Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai hak-hak bagi pekerja anak, sebagai berikut:

1. Pekerja anak yang melakukan pekerjaan ringan

Bagi anak yang telah berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan15 (lima belas) tahun dapat melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial anak tersebut. Perusahaan yang akan mempekerjakan anak dalam lingkup pekerjaan ringan, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. izin tertulis dari orang tua atau wali;

b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;

c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;

d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;

e. keselamatan dan kesehatan kerja;

f. adanya hubungan kerja yang jelas;

g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Namun, terdapat pengecualian bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya, yaitu tidak diperlukan hal-hal yang ada dalam huruf a, b, f, dan g di atas.

Bagi pengusaha yang melanggar persyaratan-persyaratan ruang lingkup pekerjaan ringan bagi pekerja anak, dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah).

2. Pekerja anak yang bekerja di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang

Yang dapat bekerja di tempat kerja tersebut adalah anak yang berumur paling sedikit empat belas (14) tahun. Namun, pengusaha yang bersangkutan harus memiliki beberapa persyaratan bagi pekerja anak yang bekerja ditempatnya, yaitu:

a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan

b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

3.Pekerja anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minatnya

Tujuan dari jenis pekerjaan anak ini adalah agar usaha untuk mengembangkan bakat dan minat anak tidak terhambat pada umumnya. Pengusaha yang mempekerjakan anak untuk mengembangan bakat dan minat pekerja anak tersebut, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. pekerjaan dilakukan di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;

b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari, dan;

c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.

Bagi pengusaha yang melanggar persyaratan tersebut, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

4. Pekerja anak yang dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa

Dalam hal ini, tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.

5. Larangan mempekerjakan dan melibatkan anak dalam pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.

Pekerjaaan-pekerjaan terburuk tersebut meliputi:

a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;

b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;

c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau

d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.

Pengusaha atau pihak yang mempekerjakan dan melibatkan anak-anak dalam pekerjaan-pekerjaan terburuk tersebut, dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).[7]

Kewajiban untuk melindungi pekerja anak tidak hanya harus dilakukan oleh pengusaha yang mempekerjakan anak, tetapi juga harus dilakukan oleh Pemerintah. Pemerintah diwajibkan untuk melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Tujuan dari upaya penanggulangan tersebut adalah untuk menghapuskan atau mengurangi anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Upaya penanggulangan tersebut harus dilakukan secara terencana, terpadu, dan terkoordinasi dengan instansi terkait. Contoh dari anak yang bekerja diluar hubungan kerja adalah anak penyemir sepatu, anak penjual koran, dan masih banyak lagi pekerja anak lainnya.







BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
menurut undang-undang nomor 25 tahun 1997 yang dimaksud dengan ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelumnya, selama dan sesudah masa kerja.
Hukum Ketenagakernaan bersifat:
Bersifat Hukum Privat (perdata)
Bersifat Hukum Publik
Imperatif/ Memaksa (dwingenrecht) 
Bersifat Fakultatif/ Mengatur (regelendrecht)

Asas ketenagakerjaan adalah:
·         Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan pancasila dan UUD 1945 (Pasal 2 UU. No. 13/2003)
·         Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah (Pasal 3 UU. No. 13/2003)

Dalam Pasal 4 UU No. 13/2003 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa tujuan Pengaturan ketenagakerjaan adalah untuk:
·         Memberdayakan & mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi
·         Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai denga kebutuhan pembangunan nasional dan daerah
·         Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
·         Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluargaan

Pada dasarnya fungsi Hukum Ketenagakerjaan yaitu mengatur hubungan yang serasi antara semua pihak yang berhubungan dengan proses produksi barang maupun jasa, dan mengatur perlindungan tenaga kerja yang bersifat memaksa.

Ketentuan mengenai pekerja anak diatur dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 75 UU Ketenagakerjaan. Pada dasarnya Pasal 68 UU Ketenagakerjaan melarang pengusaha mempekerjakan anak, akan tetapi terdapat pengecualian di dalam UU Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai hak-hak bagi pekerja anak

















DAFTAR PUSTAKA

5.    http://tugaspedia.blogspot.com/2014/03/hukum-ketenagakerjaan-pada-pekerja-anak.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar