MAKALAH
ASPEK
EKONOMI DAN BISNIS DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN
Disusun
oleh :
Zainul
Fikri 2130810025
M. Mizan
Sya’rony 2130810030
Agus Dimas
Arifin 2130810035
Novandy 2130810021
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
ISLAM MALANG
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah merupakan satu kata
yang sangat pantas penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang karena
bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah karya tulis sosiologi
berjudul “ASPEK EKONOMI DAN BISNIS DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN”
Makalah ini dibuat dengan barbagai
observasi dalam jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan karya yang bisa
dipertanggungjawabkan hasilnya. Kami
mengucapkan terima kasih terhadap pihak yang terkait yang telah membantu kami dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih sangat banyak
kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang
pembaca untuk memberikan keritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa
memberikan hal positif bagi kita semua.
Malang 24 Maret 2014
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Indonesia sebagai negara hukum memberkan jaminan hidup dan bebas
dari perlakuan bersifat diskriminatif. Demikian pula perlindungan hak asasi
manusia merupakan kewajiban pemerintah dalam melaksanakan fungsi pelayanan, pengawasan,
maupun penindakan pelanggaran hukum ketenagakerjaan. Cita hukum dalam rangka
menjamin kesejahteraan masyarakat, pekerja, dan pengusaha dalam hubungan kerja
wajib menjamin aspek keadilan, yang pada gilirannya dapat mewujudkan nilai
kemanfaatan bagi kepentingan pelaku ekonomi dan pengguna produksi.
Pembangunan nasional, khususnya bidang ketenagakerjaan diarahkan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat pekerja. Oleh
karena itu hukum ketenagakerjaan harus dapat menjamin kepastian hukum, nilai
keadilan, asas kemanfaatan, ketertiban, perlindungan dan penegakan hukum.
Pemahaman aspek regulasi terkait pelaksanaan
hubungan ketenagakerjaan oleh para pelaku hubungan industrial di Indonesia baik
itu Pekerja/Buruh, Pengusaha maupun unsur pemerintah dalam hal ini pegawai
Depnakertrans harus diakui masih jauh dari harapan. Sosialisasi yang relatif
minim dan kesadaran untuk memahami yang masih rendah sering dijadikan kambing
hitam atas kondisi tersebut. Kebijakan ketenagakerjaan yang berlaku di
suatu perusahaan banyak yang dbuat atas pertimbangan “Bagaimana Biasanya?”
tanpa mengetahui dasar hukumnya atau memahami “Bagaimana Semestinya”.
Makalah
ini akan mengupas tentang aspek-aspek ketenagakerjaan dan berisi tentang
pengetahuan praktis akan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan korelasinya dengan masalah ketenagakerjaan yang timbul. Dengan demikian,
setiap permasalahan ketenagakerjaan yang ditemui akan mudah dimengerti dan
dipahami sehingga dapat diselesaikan secara cepat dan tepat.
B. Rumusan
Masalah
1.Apa yang di maksud dengan tenaga kerja ?
2.Apa yang di maksud dengan hukum
ketenagakerjaan ?
3.Apa sifat hukum ketenagakerjaan ?
4.Apa asas hukum ketenagakerjaan ?
5.Apa tujuan ketenagakerjaan ?
6.Apa fungsi hukum ketenagakerjaan ?
7.Bagaimana tentang perlindungan hukum
terhadap pekerja anak?
C. Tujuan
1.Mengetahui pengertian tenaga kerja
2.Mengetahui pengertian hukum ketenagakerjaan
3.Mengetahui sifat hukum ketenagakerjaan
4.Mengetahui asas hukum ketenagakerjaan
5. Mengetahui tujuan hukum ketenagakerjaan
6. Mengetahui fungsi hukum ketenagakerjaan
7.Mengetahui
hukum perlindungan terhadap pekerja anak
BAB III
PEMBAHASAN
A.Pengertian tenaga kerja
Menurut undang-undang nomor 25 tahun 1997 yang dimaksud
dengan Tenaga kerja adalah setiap orang
laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan/atau akan melakukan pekerjaan, baik
di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat..[1]
Menurut
UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau
jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.[2]
Secara
garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga
kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk
tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut
pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja.
Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang
menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan
ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk
tenaga kerja.
B. Pengertian hukum ketenagakerjaan
Ruang lingkup ketenagakerjaan meliputi : pra kerja, masa dalam hubungan
kerja, masa purna kerja ( post employment). Seperti yang tertera pada hukum ketenagakerjaan menurut undang-undang nomor 25
tahun 1997
yang dimaksud dengan ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelumnya, selama dan sesudah masa kerja.[3]
yang dimaksud dengan ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelumnya, selama dan sesudah masa kerja.[3]
Batas
pengertian hukum ketenagakerjaan, yang dulu disebut dengan hukum perburuhan
atau arbeidrechts sama juga dalam pengertian hukum itu sendiri, yakni masih
beragam sesuai dengan sudut pandang ahli hukum. Tidak satu pun batas pengertian
itu dapat memuaskan karena masing-masing ahli hukum memiliki alasan tersendiri.
Mereka
melihat hukum ketenagakerjaan dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
Akibatnya, pengertiannya pun tentu berbeda antara ahli hukum yang satu dan yang
lainnya.
“Ketenagakerjaan
adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,
selama, dan sesudah masa kerja.”
Pengertian
hukum perburuhan menurut pendapat para ahli hukum dapat dirangkum sebagai
berikut.
1.
Menurut Molenaar, hukum perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang
pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga
kerja dan tenaga kerja.
2.
Menurut Mok, hukum perburuan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan
risiko sendiri.
3.
Menurut Soetikno, hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum mengenai
hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan dibawah
perintah/pimpinan orang lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang
langsung bersangkutpaut dengan hubungan kerja tersebut.
4.
Menurut Imam Sopomo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis
maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian saat seseorang bekerja
pada orang lain dengan menerima upah.
5.
Menurut M.G. Levenbach, hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan
hubungan kerja, yakni pekerja di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan
yang langsung bersangkutpaut dengan hubungan kerja itu.
6.
Menurut N.E.H. Van Esveld, hukum perburuhan adalah tidak hanya meliputi
hubungan kerja dengan pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan, tetapi juga
meliputi pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja atas tanggung jawab dan
risiko sendiri.
7.
Menurut Halim, hukum perburuhan adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur
hubungan kerja yang harus diindahkan oleh semua pihak, baik pihak buruh/pekerja
maupun pihak majikan.
8.
Menurut Daliyo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis yang mengatur hubungan kerja antara buruh dan
majikan dengan mendapat upah sebagai balas jasa.
9.
Menurut Syahrani, hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum yang
mengatur hubungan-hubungan perburuhan, yaitu hubungan antara buruh dan majikan
dengan perintah (penguasa).[4]
Mengingat
istilah tenaga kerja mengandung pengertian yang sangat luas dan untuk
menghindari adanya kesalahan persepsi terhadap penggunaan istilah lain yang
kurang sesuai dengan tuntutan perkembangan hubungan industrial, penulis
berpendapat bahwa istilah hukum ketenagakerjaan lebih tepat dibandingkan dengan
istilah hukum perburuhan.
Berdasarkan
uraian tersebut, jika dicermati hukum ketenagakerjaan memiliki unsur-unsur
sebagai berikut
1. Serangkaian
peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis.
2. Mengatur
tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha/majikan.
3. Adanya
orang pekerja pada dan di bawah orang lain, dengan mendapatkan upah sebagai
balas jasa.
4. Mengatur
perlindungan pekerja/buruh, meliputi masaIah sakit, haid, hamil, melahirkan,
keberadaan organisasi pekerja/buruh dan sebagainya.
Hukum
ketenagakerjaan adalah peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja antara
pekerja/buruh dan pengusaha/majikan dengan segala konsekuensinya. Hal ini jelas
bahwa hukum ketenagakerjaan tidak mencakup pengaturan swapekerja (kerja dengan
tanggung jawab/ risiko sendiri), kerja yang dilakukan untuk orang atas dasar
kesukarelaan, dan kerja seseorang pengurus atau wakil suatu
organisasi/perkumpulan.
Perlu
diingat bahwa ruang lingkup ketenagakerjaan tidak sempit, terbatas, dan
sederhana. Kenyataannya dalam praktik sangat kompleks dan multidimensi. Oleh
karena itu, ada benarnya jika hukum ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja
yang harus diindahkan oleh semua pihak dan perlu adanya perlindungan pihak
ketiga, yaitu penguasa (pemerintah) jika ada pihak-pihak yang dirugikan
C.Sifat Hukum Ketenagakerjaan
Hukum Ketenagakernaan bersifat:
1.
Bersifat Hukum Privat
(perdata)
Karena
mengatur hubungan orang-perorangan yaitu antara pekerja dgn pengusaha
2.
Bersifat Hukum Publik
Karena
dalam pelaksanaannya diperlukan campur tangan
pemerintah, contoh: penetapan upah minimum,
perizinan yang menyangkut ketenagakerjaan, masalah penyelesaian
hubungan industrial, adanya sanksi terhadap pelanggaran atau tindak pidana
di bidang ketenagakerjaan.
3.
Imperatif/
Memaksa (dwingenrecht) : artinya hukum yg
harus ditaati secara mutlak, tidak boleh dilanggar.
Contoh:
· Pasal
42 ayat (1) UU No.13/ 2003 ttg. izin penggunaan
tenagakerja
· Pasal
59 ayat (1) UU No.13/ 2003 ttg. pembuatan perjanjian kerja
waktu tertentu
4.
Bersifat Fakultatif/
Mengatur (regelendrecht)
Contoh
:
· Pasal
51 ayat (1) UU No.13/2003 tentang Pembuatan perjanjian
kerja bisa tertulis dan tidak tertulis
· Pasal
16 PP No.8/ 1981 tentang kebebasan pengusaha untuk
membayar gaji di tempat yg lazim
D.Asas Hukum Ketenagakerjaan
Asas ketenagakerjaan adalah:
· Pembangunan
ketenagakerjaan berlandaskan pancasila dan UUD 1945 (Pasal 2 UU. No. 13/2003)
· Pembangunan
ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi
fungsional lintas sektoral pusat dan daerah (Pasal 3 UU. No. 13/2003)
E.Tujuan Hukum Ketenagakerjaan
Dalam Pasal 4 UU No. 13/2003 UU Ketenagakerjaan
disebutkan bahwa tujuan Pengaturan ketenagakerjaan adalah untuk:
· Memberdayakan
& mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi
· Mewujudkan
pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai denga kebutuhan
pembangunan nasional dan daerah
· Memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
· Meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja dan keluargaan
F.Fungsi Hukum Ketenagakerjaan
Pada dasarnya fungsi Hukum Ketenagakerjaan yaitu
mengatur hubungan yang serasi antara semua pihak yang berhubungan dengan proses
produksi barang maupun jasa, dan mengatur perlindungan tenaga kerja yang
bersifat memaksa.
Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja,
fungsi hukum itu adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Dalam rangka
pembangunan, yang dimaksud dengan sara pembaharuan itu adalah sebagai penyalur
arah kegiatan manusia kearah yang diharapkan oleh pembangunan. [5]
Sebagaimana halnya dengan hukum yang lain, hukum
ketanagakerjaan mempunyai fungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang
mnyalurkan arah kegiatan manusia kea rah yang sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh pembangunan ketenagakerjaan.
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu upaya
dalam mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina dan
mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja sehingga dapat
terpelihara adanya ketertiban untuk mencapai keadilan. Pengaturan, pembinaan,
dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di
bidang ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai dengan laju perkembangan
pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat mengantisipasi tuntutan
perencanaan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial dan peningkatan
perlindungan tenaga kerja.
Sebagaimana menurut fungsinya sebagai sarana pembaharuan,
hukum ketenagakerjaan merubah pula cara berfikir masyarakat yang kuno kearah
cara berfikir yang modern yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh pembangunan
sehingga hukum ketenagakerjaan dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat
membebaskan tenaga kerja dari perbudakan, peruluran, perhambaan, kerja paksa
dan punale sanksi, membebaskan tenaga kerja dari kehilangan pekerjaan,
memberikan kedudukan hukum yang seimbang dan kedudukan ekonomis yang layak
kepada tenaga kerja.
G. Perlindungan hukum terhadap pekerja anak
Ketentuan mengenai pekerja anak diatur dalam Pasal 68
sampai dengan Pasal 75 UU Ketenagakerjaan.[6]
Pada dasarnya Pasal 68 UU Ketenagakerjaan melarang
pengusaha mempekerjakan anak, akan tetapi terdapat pengecualian di dalam UU
Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai hak-hak bagi pekerja anak, sebagai
berikut:
1. Pekerja anak yang melakukan pekerjaan
ringan
Bagi anak yang telah berumur antara 13 (tiga belas) tahun
sampai dengan15 (lima belas) tahun dapat melakukan pekerjaan ringan sepanjang
tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial anak
tersebut. Perusahaan yang akan mempekerjakan anak dalam lingkup pekerjaan
ringan, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua
atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu
sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas;
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Namun, terdapat pengecualian bagi anak yang bekerja pada
usaha keluarganya, yaitu tidak diperlukan hal-hal yang ada dalam huruf a, b, f,
dan g di atas.
Bagi pengusaha yang melanggar persyaratan-persyaratan
ruang lingkup pekerjaan ringan bagi pekerja anak, dapat dikenakan sanksi pidana
penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah).
2. Pekerja anak yang bekerja di tempat kerja
yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan
oleh pejabat yang berwenang
Yang dapat bekerja di tempat kerja tersebut adalah anak
yang berumur paling sedikit empat belas (14) tahun. Namun, pengusaha yang
bersangkutan harus memiliki beberapa persyaratan bagi pekerja anak yang bekerja
ditempatnya, yaitu:
a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan
pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan
b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
3.Pekerja anak yang bekerja untuk
mengembangkan bakat dan minatnya
Tujuan dari jenis pekerjaan anak ini adalah agar usaha
untuk mengembangkan bakat dan minat anak tidak terhambat pada umumnya.
Pengusaha yang mempekerjakan anak untuk mengembangan bakat dan minat pekerja
anak tersebut, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. pekerjaan dilakukan di bawah pengawasan langsung dari
orang tua atau wali;
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari, dan;
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu
perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.
Bagi pengusaha yang melanggar persyaratan tersebut,
dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama
12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,- (sepuluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
4. Pekerja anak yang dipekerjakan bersama-sama
dengan pekerja/buruh dewasa
Dalam hal ini, tempat kerja anak harus dipisahkan dari
tempat kerja pekerja/buruh dewasa.
5. Larangan mempekerjakan dan melibatkan anak dalam
pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.
Pekerjaaan-pekerjaan terburuk tersebut meliputi:
a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau
sejenisnya;
b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau
menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau
perjudian;
c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau
melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau
d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan,
keselamatan, atau moral anak.
Pengusaha atau pihak yang mempekerjakan dan melibatkan
anak-anak dalam pekerjaan-pekerjaan terburuk tersebut, dapat dikenakan sanksi
berupa pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).[7]
Kewajiban untuk melindungi
pekerja anak tidak hanya harus dilakukan oleh pengusaha yang mempekerjakan
anak, tetapi juga harus dilakukan oleh Pemerintah. Pemerintah diwajibkan untuk
melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Tujuan
dari upaya penanggulangan tersebut adalah untuk menghapuskan atau mengurangi
anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Upaya penanggulangan tersebut harus
dilakukan secara terencana, terpadu, dan terkoordinasi dengan instansi terkait.
Contoh dari anak yang bekerja diluar hubungan kerja adalah anak penyemir
sepatu, anak penjual koran, dan masih banyak lagi pekerja anak lainnya.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Menurut
UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau
jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
menurut undang-undang nomor 25 tahun 1997
yang dimaksud dengan ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelumnya, selama dan sesudah masa kerja.
Hukum Ketenagakernaan bersifat:
Bersifat Hukum Privat
(perdata)
Bersifat Hukum Publik
Imperatif/
Memaksa (dwingenrecht)
Bersifat Fakultatif/ Mengatur (regelendrecht)
Asas ketenagakerjaan adalah:
· Pembangunan
ketenagakerjaan berlandaskan pancasila dan UUD 1945 (Pasal 2 UU. No. 13/2003)
· Pembangunan
ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi
fungsional lintas sektoral pusat dan daerah (Pasal 3 UU. No. 13/2003)
Dalam Pasal 4 UU No. 13/2003 UU Ketenagakerjaan
disebutkan bahwa tujuan Pengaturan ketenagakerjaan adalah untuk:
· Memberdayakan
& mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi
· Mewujudkan
pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai denga kebutuhan
pembangunan nasional dan daerah
· Memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
· Meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja dan keluargaan
Pada dasarnya fungsi Hukum Ketenagakerjaan yaitu
mengatur hubungan yang serasi antara semua pihak yang berhubungan dengan proses
produksi barang maupun jasa, dan mengatur perlindungan tenaga kerja yang
bersifat memaksa.
Ketentuan mengenai pekerja
anak diatur dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 75 UU Ketenagakerjaan. Pada
dasarnya Pasal 68 UU Ketenagakerjaan melarang pengusaha mempekerjakan anak,
akan tetapi terdapat pengecualian di dalam UU Ketenagakerjaan yang mengatur
mengenai hak-hak bagi pekerja anak
DAFTAR PUSTAKA
5. http://tugaspedia.blogspot.com/2014/03/hukum-ketenagakerjaan-pada-pekerja-anak.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar